Sabtu, 21 Desember 2013

SEKALI LAYAR TERKEMBANG SURUT KITA BERPANTANG
   Oleh : Budy Setiawan

Sekali layar terkembang surut kita berpantang, tiada kata menyerah dalam sebuah perjuangan menjadi sebuah kata yang sarat akan makna ketika semangat berkobar dalam darah perjuangan. Perjuangan yang dahulu dilakukan dengan cara menenteng senjata ditangan untuk  membunuh musuh (penjajah) demi keadilan.  Namun perjuangan dalam kontek ke kinian bukanlah lagi dengan cara menenteng senjata, tetapi dengan cara melakukan sekecil apapun apa yang kita bisa lakukan untuk nusa dan bangsa.
 Perjuangan saat ini yang harus kita lakukan sebagai anak bangsa adalah perjuangaan kebangkitan melawan kemiskinan, ketertinggalan, dan kebodohan yang masih banyak kita jumpai di pelosok – pelosok desa indonesia. Sekali layar terkembang surut kita berpantang, juga menjadi  kata penyemangat kami, tim long march purwokerto – Jakarta (istana negara) dengan tujuan menyampaikan suara anak – anak desa yang saat ini memang tak pernah terdengar sekalipun gaungnya meskipun mereka sendiri sedang merintih menjerit meminta keadailan.
Dengan mengemban misi itulah tekad dan semangat kami menjadi satu bagaikan api, yaitu berjuang bersama membangun indonesia yang sejahtera. Perjalanan kami bukan untuk meminta apalagi mencemo’oh negara, tetapi perjalanan kami adalah untuk mengajak segenap lapisan anak bangsa untuk ikut serta membangun indonesia yang sejahtera dengan apa yang saat ini kita bisa.
 Perjalanan long march purwokerto – jakarta yang kami mulai dari tanggal 05 (lima) oktober 2013 itu pun mejadi sebuah perjalanan yang sangat mengesankan bagi kami tim long march yang notabene masih duduk dibangku kelas 10(sepuluh) hingga 12 (dua belas) di PLK Boarding School "Mbangun Desa" , karena selain mengemban misi yang mulia, dalam perjalanan itupula kami bisa belajar bahwa Indonesia itu memang beraneka ragam, mulai dari bahasa hingga budaya.
Dengan jarak tempuh sekitar 400 km dari purokerto menuju jakarta kami banyak menjumpai wajah – wajah indonesia yang masih cukup memperihatinkan.Sebagai contohnya saja, ketika tim long march kami melewati kota – kota kecil maupun besar, kami banyak menjumpai anak – anak yang terpaksa menggadaikan hak – hak mereka demi keberlangsungan hidupnya dan juga keluarganya. Banyak dari mereka yang merantau meninggalkan kampung halamannya untuk mencari sumber penghasilan di kota. Mereka terpaksa menjadi dewasa dengan segala bentuk keterpaksaan. Selain itu, salah satu faktor utama yang membuat anak – anak desa dan masyarakat desa  menjadi enggan untuk tinggal berlama – lama ditanah kelahirannya adalah karena kurangnya pembangunan baik dalam segi pembangunan sarana pendidikan, ekonomi, dan kesehatan, sehingga mereka lebih memilih untuk mencari sesuap nasi di ibu kota yang sarat akan persaingan.
Alangkah kagetnya kedua bola mata ini yang belum terbiasa melihat wajah kota, ketika melihat ibu kota negara kita yaitu jakarta yang penuh dengan gedung – gedung tinggi namun masih ada juga warga negara kita yang mengemis meminta belas kasihan di jalanan. Bukan Cuma itu saja anak – anak juga di paksa untuk mau mencari sesuap nasi yang seharusnya menjadi kewajiban orang tuanya. Bila tak percaya, coba lihat saja di sepanjang jalan raya di jakarta ketika pukul 06.00 – 10.00 WIB, berderet ibu – ibu yang berprofesi sebagai joki atau penunjuk jalan yang menggendong anak – anaknya untuk ikut serta mencari nafkah. Dan yang paling memperihatinkan lagi adalah bahwa kebanyakan orang – orang tersebut adalah orang – orang yang berasal dari desa. Padahal seperti yang kita ketauhi bersama bahwa desa mempunyai potensi yang cukup besar, namun karena kurangnya perhatian kepada desa membuat desa menjadi suatu wilayah yang saat ini masih dikucilkan.  
Potensi yang terdapat di desa sangatlah besar seperti potensi yang terdapat di kecamatan Bantarkawung dan kecamatan Salem provinsi Jawa Tengah disana kaerajinan berupa batik salem, dan kerajinan keranjang bambu, sangatlah berpotensi besar untuk di kembangkan, namun kurangnya dukungan terhadap potensi tersebut membuat potensi tersebut kurang berkembang. Lain halnya dengan potensi yang dimiliki oleh kabupaten Indramayu provinsi Jawa Barat, disana terdapat berratus – ratus hektar lahan yang bisa dikembangkan oleh masyarakatnya, sehingga apabila bisa dikembangkan, masyarakat desa tidak perlu lagi pergi ke kota karena didesa pun mereka juga bisa kaya dengan memanfaatkan lahan yang ada. Namun karena belum seimbangnya tatanan kerjasama antara pemerintah yang dalam hal ini yang mempunyai kewenangan untuk mengelola lahan tersebut, dan masyarakat yang notabene penduduk pribumi membuat lahan disana bukan menjadi lahan yang bernilai ekonomis melainkan menjadi lahan konflik.
Itulah sekilah potret buram wajah negri kita, dan perlu di ingat juga bahwa bukan Cuma didareah yang telah disebutkan diawal saja yang mempunyai potensi yang cukup besar yang belum bisa dimaksimalkan, namun masih banyak desa – desa yang lain yang kaya akan potensi malah justru kaya juga akan kebodohan, kemiskinan dan ketertinggalan di Indonesia, khususnya didesa  - desa hutan. Oleh karenannya mari kita bangun Indonesia yang sejahtera dengan diawali daritanah desa khususnya desa hutan.
Kembali ke dalam cerita perjalanan long march Purwokerto – Jakarta, banyak sekali cerita keluh, kesah bahkan juga kesuh disetiap perjalanan ini, keluh ketika panas mentari yang membakar tubuh kami, kesah ketika tujuan yang di tuju belum sampai – sampai juga, hingga kesuh ketika kami sesama satu tim sudah sibuk dengan rasa lelahnya masing – masing, jadi teringat saat – saat di kabupaten Indramayu nih he,he,he, perjalanan tersebut menurut kami adalah perjalanan yang paling melelahkan selama perjalanan dari Purwokerto – Jakarta. Dengan menempuh jarak sekitar 25 km kami tidak menjumpai sedikitpun pepohonan yang rimbun dan juga perumahan penduduk, yang kami lihat hanya lahan gersang dan kebakaran yang seolah – olah menambah rasa panas kala itu.” Ala biyuuuutttt kie dalan deneng kaya nang Afrika, panase poool ”, ujar Man Tofik peserta didik PLK Boarding School "Mbangun Desa" yang tertua yang mengikuti long march Purwokerto – Jakarta.
Namun rasa lelah itu kini telah terbayarkan sudah dengan ikrar yang telah kami ucapkan di depan Istana Negara, meskipun kami tidak bisa bertemu dengan pak SBY dan juga hanya bisa mengikrarkan ikrar kebangkitan anak – anak desa hanya disebrang jalan didepan istana tapi kami tetap bahagia karena ini adalah awal kebangkitan kami anak –anak desa .
Sekali layar terkembang surut kita berpantang, tak ada kata menyerah ddalam sebuah perjuangan, sekalilagi mari kita bangun Indonesia dari desa.

YANG MUDA YANG BERKARYA DAN YANG TUA IKUT SERTA MEMBANGUN DESA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar