SEKALI LAYAR
TERKEMBANG SURUT KITA BERPANTANG
Sekali layar terkembang
surut kita berpantang, tiada kata menyerah dalam sebuah perjuangan menjadi sebuah
kata yang sarat akan makna ketika semangat berkobar dalam darah perjuangan.
Perjuangan yang dahulu dilakukan dengan cara menenteng senjata ditangan
untuk membunuh musuh (penjajah) demi
keadilan. Namun perjuangan dalam kontek
ke kinian bukanlah lagi dengan cara menenteng senjata, tetapi dengan cara
melakukan sekecil apapun apa yang kita bisa lakukan untuk nusa dan bangsa.
Perjuangan saat ini yang harus kita lakukan
sebagai anak bangsa adalah perjuangaan kebangkitan melawan kemiskinan,
ketertinggalan, dan kebodohan yang masih banyak kita jumpai di pelosok –
pelosok desa indonesia. Sekali layar terkembang surut kita berpantang, juga
menjadi kata penyemangat kami, tim long
march purwokerto – Jakarta (istana negara) dengan tujuan menyampaikan suara
anak – anak desa yang saat ini memang tak pernah terdengar sekalipun gaungnya
meskipun mereka sendiri sedang merintih menjerit meminta keadailan.
Dengan mengemban
misi itulah tekad dan semangat kami menjadi satu bagaikan api, yaitu berjuang
bersama membangun indonesia yang sejahtera. Perjalanan kami bukan untuk meminta
apalagi mencemo’oh negara, tetapi perjalanan kami adalah untuk mengajak segenap
lapisan anak bangsa untuk ikut serta membangun indonesia yang sejahtera dengan
apa yang saat ini kita bisa.
Perjalanan long march purwokerto – jakarta
yang kami mulai dari tanggal 05 (lima) oktober 2013 itu pun mejadi sebuah
perjalanan yang sangat mengesankan bagi kami tim long march yang notabene masih
duduk dibangku kelas 10(sepuluh) hingga 12 (dua belas) di PLK Boarding School
"Mbangun Desa" , karena selain mengemban misi yang mulia, dalam
perjalanan itupula kami bisa belajar bahwa Indonesia itu memang beraneka ragam,
mulai dari bahasa hingga budaya.
Dengan jarak tempuh
sekitar 400 km dari purokerto menuju jakarta kami banyak menjumpai wajah – wajah
indonesia yang masih cukup memperihatinkan.Sebagai contohnya saja, ketika tim
long march kami melewati kota – kota kecil maupun besar, kami banyak menjumpai
anak – anak yang terpaksa menggadaikan hak – hak mereka demi keberlangsungan
hidupnya dan juga keluarganya. Banyak dari mereka yang merantau meninggalkan
kampung halamannya untuk mencari sumber penghasilan di kota. Mereka terpaksa menjadi
dewasa dengan segala bentuk keterpaksaan. Selain itu, salah satu faktor utama
yang membuat anak – anak desa dan masyarakat desa menjadi enggan untuk tinggal berlama – lama
ditanah kelahirannya adalah karena kurangnya pembangunan baik dalam segi
pembangunan sarana pendidikan, ekonomi, dan kesehatan, sehingga mereka lebih
memilih untuk mencari sesuap nasi di ibu kota yang sarat akan persaingan.
Alangkah kagetnya
kedua bola mata ini yang belum terbiasa melihat wajah kota, ketika melihat ibu
kota negara kita yaitu jakarta yang penuh dengan gedung – gedung tinggi namun
masih ada juga warga negara kita yang mengemis meminta belas kasihan di
jalanan. Bukan Cuma itu saja anak – anak juga di paksa untuk mau mencari sesuap
nasi yang seharusnya menjadi kewajiban orang tuanya. Bila tak percaya, coba
lihat saja di sepanjang jalan raya di jakarta ketika pukul 06.00 – 10.00 WIB,
berderet ibu – ibu yang berprofesi sebagai joki atau penunjuk jalan yang
menggendong anak – anaknya untuk ikut serta mencari nafkah. Dan yang paling
memperihatinkan lagi adalah bahwa kebanyakan orang – orang tersebut adalah
orang – orang yang berasal dari desa. Padahal seperti yang kita ketauhi bersama
bahwa desa mempunyai potensi yang cukup besar, namun karena kurangnya perhatian
kepada desa membuat desa menjadi suatu wilayah yang saat ini masih dikucilkan.
Potensi yang
terdapat di desa sangatlah besar seperti potensi yang terdapat di kecamatan
Bantarkawung dan kecamatan Salem provinsi Jawa Tengah disana kaerajinan berupa
batik salem, dan kerajinan keranjang bambu, sangatlah berpotensi besar untuk di
kembangkan, namun kurangnya dukungan terhadap potensi tersebut membuat potensi
tersebut kurang berkembang. Lain halnya dengan potensi yang dimiliki oleh
kabupaten Indramayu provinsi Jawa Barat, disana terdapat berratus – ratus
hektar lahan yang bisa dikembangkan oleh masyarakatnya, sehingga apabila bisa
dikembangkan, masyarakat desa tidak perlu lagi pergi ke kota karena didesa pun
mereka juga bisa kaya dengan memanfaatkan lahan yang ada. Namun karena belum
seimbangnya tatanan kerjasama antara pemerintah yang dalam hal ini yang
mempunyai kewenangan untuk mengelola lahan tersebut, dan masyarakat yang
notabene penduduk pribumi membuat lahan disana bukan menjadi lahan yang
bernilai ekonomis melainkan menjadi lahan konflik.
Itulah sekilah
potret buram wajah negri kita, dan perlu di ingat juga bahwa bukan Cuma
didareah yang telah disebutkan diawal saja yang mempunyai potensi yang cukup
besar yang belum bisa dimaksimalkan, namun masih banyak desa – desa yang lain
yang kaya akan potensi malah justru kaya juga akan kebodohan, kemiskinan dan
ketertinggalan di Indonesia, khususnya didesa
- desa hutan. Oleh karenannya mari kita bangun Indonesia yang sejahtera
dengan diawali daritanah desa khususnya desa hutan.
Kembali ke dalam cerita
perjalanan long march Purwokerto – Jakarta, banyak sekali cerita keluh, kesah
bahkan juga kesuh disetiap perjalanan ini, keluh ketika panas mentari yang
membakar tubuh kami, kesah ketika tujuan yang di tuju belum sampai – sampai juga,
hingga kesuh ketika kami sesama satu tim sudah sibuk dengan rasa lelahnya
masing – masing, jadi teringat saat – saat di kabupaten Indramayu nih he,he,he,
perjalanan tersebut menurut kami adalah perjalanan yang paling melelahkan
selama perjalanan dari Purwokerto – Jakarta. Dengan menempuh jarak sekitar 25
km kami tidak menjumpai sedikitpun pepohonan yang rimbun dan juga perumahan
penduduk, yang kami lihat hanya lahan gersang dan kebakaran yang seolah – olah
menambah rasa panas kala itu.” Ala biyuuuutttt kie dalan deneng kaya nang
Afrika, panase poool ”, ujar Man Tofik peserta didik PLK Boarding School
"Mbangun Desa" yang tertua yang mengikuti long march Purwokerto –
Jakarta.
Namun rasa lelah itu
kini telah terbayarkan sudah dengan ikrar yang telah kami ucapkan di depan
Istana Negara, meskipun kami tidak bisa bertemu dengan pak SBY dan juga hanya
bisa mengikrarkan ikrar kebangkitan anak – anak desa hanya disebrang jalan
didepan istana tapi kami tetap bahagia karena ini adalah awal kebangkitan kami
anak –anak desa .
Sekali layar
terkembang surut kita berpantang, tak ada kata menyerah ddalam sebuah
perjuangan, sekalilagi mari kita bangun Indonesia dari desa.
YANG MUDA YANG BERKARYA DAN YANG TUA IKUT SERTA MEMBANGUN DESA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar