MIMPI ITU BELUM REDUP DIHATINYA
by : budi teman sekamar moe
Lirih ia berrnyanyi sembari memetik senar
gitar yang Ia pinjam dari teman sekamarnya di asrama PLKM Boarding School “
Mbangun Desa”. Tak tampak diwajahnya jika ia memendam berjuta lara dalam
hatinya. Hari – harinya dihabiskan seperti layaknya peserta didik lainnya dari PLKM
Boarding School “ Mbangun Desa”, berbagi tugas piket, dan juga belajar menjadi
kader pembangun desa, dengan harapan kelak dihari tuannya ia tak mau lagi
melihat anak – anak desa merasakan apa yang ia rasakan saat ini.
Beni Wiji Purwanto, adalah nama yang cukup sederhana,
yang diberikan oleh kedua orang tuannya ketika Ia dilahirkan. Anak asal desa
Rangkah Kecamatan Buayan Kabupaten Kebumen ini, kini tengah merajut mimpi di
tempatnya kini Ia belajar yakni PLKM Boarding School “ Mbangun Desa”. Secerca
harapan kembali tersambung setelah lama terputus karena keadaan. Keadaan yang memaksannya menjadi seorang anak
yang hidup tanpa mimpi, karena dahulu ketika ia belum bersekolah di PLKM
Boarding School “ Mbangun Desa” bermimpi saja ia pun enggan.
Pengusaha sukses, adalah mimpinya kini setelah
bersekolah di PLKM Boarding School “ Mbangun Desa” , mimpi yang baginya sangat berharga, karna
hanya itulah satu – satunya yang ia miliki saat ini selain keluarga yang orang
sekitar rumahnya menganggap sebagai keluarga yang tak berguna. Lama sudah ia
tak merasakan dekapan hangat sang wanita yang melahirkannya di dunia ini, ibu
yang kata orang adalah malaikatnya kini terbelenggu oleh kerasnya rantai
pasungan. Ibundanya yang bernama ibu Sarinah sudah lama mengidap penyakit
kejiwaan, rasa takut dan tertekan sendari kecil membuatnya hidup dalam
kebisuan. Ini yang membuat Beni jauh dari sekitarnya,maupun sanak familinya.
Beni yang selalu di cemo’oh, dan juga beni yang selalu di salahkan ketika
ibundanya meronta mengamuk membuat para tetangganya terganggu.
Tapi apakah salah beni, sehingga ia
didiskriminasi oleh sekitarnya, padahal seharusnya merekalah teman dan juga
pelipur lara baginya. Ayahnya yang bernama pak Ratno yang sehari hari bekerja
sebagai penderes kelapa hanya bisa mengelus – ngelusi rambutnya yang ikal itu
ketika ia mengadu banyak yang melecehkan keluargannya. Beni pun sadar dengan
kondisi ekonomi keluargannya yang rendah serta ditambah lagi dengan keadaan
ibunya yang seperti itu, membuatnya menjadi pribadi yang tak banyak tingkah.
Selulus SMP, pada tahun 2012 lalu ia
memutuskan untuk tidak lagi bersekolah, karena ia merasa iba melihat ayahnya
yang harus membanting tulang demi menghidupi tiga orang anaknya. Kala itu Beni
bekerja sebagai penjual batagor bersama saudaranya dikota Gombong, kebumen. Meski
Ia menjadi seorang pedagang batagor, sesungguhnya dalam hati kecilnya ingin merasakan
bersekolah seperti anak yang lain, namun sekali lagi, latar belakangnya terus
menghantui, sehingga ia pun tak berani meminta bersekolah lagi kepada sang ayah.
Gelak tawa remaja dengan bersegaram SMA membuatnya merasa ingin menjadi bagian
dari mereka, dimana ia bisa menikmati hidup layaknya anak – anak pada
usiannnya, namun itu semua itu hanya angan – angan baginnya.
Setiap hari waktunya dihabiskan hanya untuk
membuat dan menjual batagor. Dengan
gajih hanya sebesar Rp 400.00,00 per bulan membuatnya merasa tidak sebanding
dengan apa yang ia harus lakukan. Namun itu semua dilakukannya dengan penuh
keyakinan, sembari berharap ada keberuntungan datang menghampirinya. Disaat
para remaja yang lain sedang asik bersolek didepan beningnya cermin kaca,
tubuhnya yang hitam pekat bercucuran keringat yang membasahi, tak lagi ia
risaukan demi kehidupannya yang lebih baik.
Tuhan Yang Maha Pemurah memang benar – benar
memperhatikannya diatas surga, ketika ia sedang menjalani kesibukannya sebagai
pedagang batagor tiba – tiba ayahnya menelfon sembari bertanya, apakah ia ingin
bersekolah lagi. Pada awalnya beni enggan menjawab, namun karna ayahnya itu
terus menanyakan akhirnya ia pun menjawab bahwa ia ingin bersekolah lagi.
” Namun uang dari mana, sekolahkan mahal
?” tanyanya kepada sang ayah.
Akhirnya sang ayah pun menjelaskan bahwa
ketika ia menghadiri arisan, ia ditawari oleh seseorang yang bekerja di LMDH
yang bernama kang Udin untuk menyekolahkan beni, di Purwokerto tanpa dipungut
biaya layaknya sekolah lain. Mendengar penjelasan tersebut, senyum yang tadinya
tak pernah terpancar dari wajahnya akhirnya keluar juga. Dengan rona wajah yang
bahagia ia pun akhirnya meng iyakan tawaran tersebut.
Dengan bersekolah harapannya, ia bisa
mewujudkan impiannya dan juga membuktikan kepada orang yang telah menghinannya
bahwa, ia yang selalu dilecehkan juga bisa lebih dari mereka. Di PLKM Boarding School “ Mbangun Desa” Beni dan kawan – kwan seperjuangannya di ajarkan
untuk hidup mandiri dan belajar untuk membangun kehidupannya sendiri juga kehidupan
orang lain. Belajar untuk kehidupan yang lebih baik adalah rutinitasnya dan
juga teman – temannya di PLKM Boarding School “ Mbangun Desa”.
Mimpi itu memang belum padam dihatinya, mimpi
dimana ia bisa membahagiakan kedua orang tuanya, adik – adiknya, dan juga
mereka yang telah mecemoohnya. Kini saatnya bagi Beni memulai mimpinya dengan
aksi nyata.
SEMOGA SUKSES KAWAN, KITA BELI DUNIA
INI DENGAN SENYUMAN PRESTASI